News Feed :



Sangatlah penting bagi kita sebagai analis mikrobiologi mengetahui penyebab atau sumber Stres dan kerusakan sublethal pada bakteri, agar kita mengetahui penanganan/handling sample secara tepat. Agar tidak terjadi kesalahan false negative, yaitu kita melaporkan hasil analisa yang seharusnya positif tapi hasil analisa kita negatif. Akibat dari handling sample yang tidak tepat menyebabkan bakteri dalam sample menjadi stres atau mengalami kerusakan sublethal.

Kerusakan pada Bakteri dapat didefinisikan secara sederhana sebagai efek dari satu atau lebih perlakuan subletal pada mikroorganisme. Dengan katalain, kerusakan subletal merupakan konsekuensi dari paparan proses kimia atau fisik yang merusak tetapi tidak membunuh mikroorganisme. Istilah “stres” telah digunakan untuk menjelaskan akibat dari Perlakuan subletal. Namun, beberapa peneliti menganggap istilah “kerusakan/cedera” lebih disukai, karena pada organisme yang kompleks deskripsi kerusakan menggambarkan "kerusakan fisik yang bersifat sementara dan dapat dipulihkan" sedangkan, istilah stres membawa arti yang lebih halus, yakni “belum tentu menyebabkan kerusakan fisik tetapi hanya mengubah perilaku organisme”. Literatur saat ini yang berkaitan dengan kerusakan mikroba biasanya tidak mempermasalahkan perbedaan ini, dan istilah yang sering digunakan secara bergantian.

perlakuan fisik dan kimia yang dapat menyebabkan mikroorganisme rusak/cedera

Fisik
Pengeringan, termasuk udara, vakum, dan pengeringan beku
Panas, khususnya proses pemanasan subletal
Tekanan hidrostatik tinggi
Suhu rendah, termasuk pendinginan dan pembekuan
Radiasi: gamma, UV. dan X ray
Padatan: konsentrasi gula. garam

Kimia
Pembersih kimia: klorin, yodium. senyawa surfaktan
Perlakuan oksidatif, termasuk ozon.
H2O,, sistem laktoperoksidase
pH: alkali dan asam (organik dan anorganik)
Pengawet: sorbat. benzoat, nitrat. bakteriosin, dll

SUMBER STRES BAKTERI

Asam dan alkalin stres. Kejutan asam akut atau stres asam secara bertahap dapat terjadi dalam kondisi pH rendah ketika ion H melintasi membran sel bakteri dan menciptakan pH intraseluler asam. Stres asam dapat terjadi pada saat fermentasi makanan atau dengan penambahan bahan pengawet seperti asam organik. Demikian juga, stres alkali dapat terjadi dalam kondisi pH meningkat. Banyak deterjen dan pembersih kimia, seperti caustic soda (NaOH) dan senyawa amonium, yang digunakan untuk membersihkan fasilitas pengolahan makanan dan permukaan kontak makanan.

Stres karena kelaparan. Stres karena kelaparan dapat terjadi pada bangkai hewan, dalam makanan, pada permukaan peralatan. dinding, lantai, dan di air. Dickson dan Frank mendefinisikan stres karena kelaparan sebagai kelangsungan hidup bakteri dalam lingkungan oligotrophic, yaitu lingkungan dengan konsentrasi oksigen yang cukup tetapi nutrisi yang tersedia rendah atau tidak ada untuk mendukung kegiatan metabolisme biokimia dan perbanyakan.

Stres dingin. Salmonella dilaporkan dapat bertahan selama penyimpanan pada suhu 5 ° C hingga 8 bulan. Fenomena Kejutan dingin terjadi ketika bakteri tumbuh terkena penurunan suhu tiba-tiba setidaknya 10 ° C, yang menyebabkan Kejutan dingin pada mikroorganisme yang rentan. Selain itu, cidera akibat Kejutan dingin dapat terjadi jika pengenceran serial mikroorganisme diadakan dalam lemari es ketika tes laboratorium tidak dapat segera diselesaikan. Sensitivitas bakteri pada suhu rendah sangat bervariasi dan didasarkan pada kepadatan populasi, suhu pertumbuhan, laju pendinginan, dan kisaran suhu dimana pendinginan terjadi.

kerusakan pemBekuan. Meskipun dalam bakteri, pembekuan umumnya diakui sebagai strategi efektif untuk inaktivasi mikroba. kerusakan pembekuan akibat dari paparan terus larutan terkonsentrasi dan kerusakan fisik yang disebabkan oleh pembentukan kristal es. Banyak unsur makanan dan media kultur menjadi pelindung terhadap kerusakan pembekuan, salahsatunya Krioprotektan yang berisi gliserol, sodium glutamat, gula tertentu, peptida, dan protein. Pemanfaatan krioprotektan dalam satu studi telah berkontribusi untuk meminimalkan dampak kerusakan pembekuan Escherichia coli.

Stres osmotik. Stres osmotik yang berhubungan dengan pembekuan juga terjadi selama pengeringan beku, dan ketika mikroorganisme dikenakan pembekuan, pengeringan, penyimpanan, dan rehidrasi. stres osmotik dapat terjadi ketika pergeseran osmolaritas eksternal menyebabkan air mengalir juga ke dalam atau keluar dari sel bakteri dan dalam kondisi ekstrim menyebabkan kerusakan fisik sel. Perubahan yang lebih ringan dalam osmolaritas ditandai dengan adanya garam NaCl atau lainnya atau zat terlarut yang mempengaruhi ketersediaan air bebas pada sel.

Heat shock (shock terkena panas). Berbeda dengan stres bakteri lainnya, shock terkena panas mungkin yang paling bisa dipelajari dan dipahami. Heat shock terjadi ketika organisme terkena suhu di atas kisaran pertumbuhan normal mereka. Respon heat shock telah dilaporkan terjadi pada suhu serendah 42 ° C untuk E. coli 46 ° C untuk Campylobacter jejuni, 48 ° C untuk Salmonella Typhimurium, dan 45-48 ° C untuk Listeria monocytogenes.


Jadi sangatlah penting dalam Pemilihan dan penggunaan media enrichment dan resusitasi mikrobiologi untuk ketepatan hasil pemerikasaan laboratorium dan pemulihan sel-sel yang terluka. Kesesuaian media untuk pemulihan sel terluka juga penting terkait dengan adanya oksigen reaktif intermediet pada media agar pemulihan(recovery) atau media kaldu, yang diketahui mengandung sampai dengan 10 ɥM dari H202 yang dihasilkan oleh oksidasi gula pada suhu tinggi saat sterilisasi.

1 comment:



Copyright ©2013 Blog Analis Mikrobiologi - All Rights Reserved Design by SHUKAKU4RT - Proudly Powered by Blogger
Sumber Stres dan Kerusakan Sublethal pada Bakteri